MAKALAH PSIKOLOGI UMUM
I
TEORI PSIKOANALISA DAN
HUMANISME
KELOMPOK 3
ANGGOTA:
ABDUL HALIM SARAGIH
(13117)
ALIFIA RIDHA
PRATIWI(13063)
DELILAH WAHYUNING
TANJUNG (13005)
TIA ZULFA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua di sini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Teori Psikoanalisa dan Humanisme” ini dengan baik dan semaksimal mungkin sesuai
kemampuan yang kami punya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Lili Garliah, M.Si., Psikolog dan Rahma Fauzia,
M.Psi., Psikolog selaku dosen mata kuliah Psikologi Umum I yang telah
memberikan ilmunya kepada kita semua.
Kami berharap
semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai pengertian aliran-aliran psikologi khususnya
psikoanalisa dan humanisme, bagaimana sejarah singkatnya, struktur, dinamika
dan yang terpenting adalah bagaimana perkembangan kepribadiannya. Kami juga
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini pasti terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini.
Kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca semuanya.
Medan,
20 September 2013
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................ i
Daftar
Isi.................................................................................................................. ii
BAB
I. PSIKOANALISA...................................................................................... 1
I.1. Sejarah singkat.............................................................................................. 1
I.2. Struktur kepribadian..................................................................................... 3
1. Id................................................................................................................ 3
2. Ego............................................................................................................. 4
3. Superego..................................................................................................... 5
I.3. Dinamika Kepribadian.................................................................................. 5
1. Insting........................................................................................................ 6
2. Distribusi dan penggunaan energi
psikis.................................................... 7
3. Kecemasan................................................................................................. 8
I.4. Perkembangan kepribadian........................................................................... 9
1. Identifikasi................................................................................................. 10
2. Mekanisme pertahanan ego........................................................................ 11
3. Tahap perkembangan.................................................................................. 13
BAB
II. HUMANISME......................................................................................... 14
I.1. Sejarah singkat.............................................................................................. 14
I.2. Struktur kepribadian..................................................................................... 15
1. Organisme.................................................................................................. 15
2. Medan fenomena........................................................................................ 16
3. Self............................................................................................................. 16
I.3. Dinamika Kepribadian.................................................................................. 17
I.4. Perkembangan kepribadian........................................................................... 17
KESIMPULAN....................................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................ 19
BAB
I
PSIKOANALISA
I.1. Sejarah
singkat
Teori psikoanalisa dikembangkan oleh
Sigmund Freud, seorang dokter neurologi berkebangsaan Austria. Beliau lahir di
Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23
September 1939. Pada saat Freud berumur 4 tahun, keluarganya mengalami
kemunduran ekonomi. Oleh karena itu, ayah Freud memutuskan untuk membawa pindah
Freud sekeluarga untuk tinggal di Wina. Hampir selama 80 tahun Freud tinggal di
Wina dan meninggalkan kota itu hanya ketika Nazi menyerang Austria. Setelah
menamatkan bangku sekolah menengahnya, Freud memasuki sekolah kedokteran di
Universitas Wina pada tahun 1873 dan lulus dengan gelar dokter pada tahun 1881.
Freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai seorang
dokter dan lebih tertarik pada kegiatan penelitian ilmiah. Namun karena desakan
keluarga yang meng-haruskannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya
yang semakin bertambah, Freud akhirnya menjalani praktek tersebut. Di sela-sela
prakteknya, Freud menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan
menulis dank arena prestasi-prestasinya tersebut, beliau mendapat reputasi yang
kokoh.
Minat Freud pada bidang neurologi
menyebabkan beliau menspesialisasikan diri di bidang perawatan
gangguan-gangguan saraf. Untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan
teknisnya, Freud belajar selama satu tahun pada psikiater Perancis bernama Jean
Charcot yang menggunakan metode hipnosis untuk menyembuhkan histeria, namun
beliau masih merasa tidak yakin atas kemanjuran metode ini. Karena itu, ketika
Freud mendengar metode yang sama yang dikembangkan oleh seorang dokter saraf
ternama dari Wina, Joseph Breuer, beliau mencobanya dan melihat bahwa cara itu
efektif. Dengan menggunakan metode hipnosis pada pasien histeria yang
ditanganinya, Breuer berhasil membuktikan bahwa penyebab histeria yang diderita
pasiennya itu adalah pengalaman-pengalaman traumatik tertentu dari si pasien.
Metode ini dijalankan di mana pasien dapat disembuhkan dari simtom-simtom
dengan cara meng-ungkapkannya. Breuer dan Freud kemudian bekerjasama menulis
beberapa dari kasus histeria yang berhasil mereka sembuhkan dengan metode
ini—teknik pengungkapan.
Akan tetapi kedua orang tersebut segera
berbeda pandangan mengenai peranan faktor seksual dalam histeria. Freud
berpendapat bahwa konflik-konflik seksual adalah penyebab dari histeria sedangkan
Breuer berpendapat lebih hati-hati. Sejak itu Freud praktis bekerja sendiri
untuk mengembangkan ide-idenya.
Setelah meninggalkan metode hipnosis,
Freud mencoba metode lain, yakni metode sugesti yang dipelajarinya dari
Bernheim pada tahun 1889. Dan metode yang terakhir ini pun ternyata tidak
memuaskan Freud hingga akhirnya beliau mengembangkan dan menggunakan metode
sendiri yang disebut metode asosiasi bebas (free
association method). Berbeda dengan metode hipnosis yang menganggap bahwa
pengalaman-pengalaman traumatik yang ada pada pasien histeria perlu dan hanya
bisa diungkapkan ketika pasien dalam keadaan tidak sadar (di bawah pengaruh
hipnosis), metode asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa
pengalaman-pengalaman traumatik yang dimiliki pasien bisa diungkapkan dalam
keadaan sadar. Dalam penerapannya, pasien diminta untuk mengemukakan secara
bebas hal-hal apa saja yang terlintas dalam pikirannya saat itu. Hal-hal yang
diungkapkan oleh pasien itu merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan
atau pengalaman-pengalaman yang sifatnya traumatik. Metode asosiasi bebas
dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah membawa Freud kepada suatu
kesimpulan bahwa ketidaksadaran memiliki sifat dinamis dan memegang peranan
dalam terjadinya gangguan neurotik seperti histeria.
Berbeda dengan Breuer, Charcot,
Bernheim, atau para peneliti pada waktu itu, Freud mulai menempatkan data yang
diperoleh dari kegiatan terapinya dalam kerangka psikologi. Beliau melihat
aspek atau mekanisme yang terlibat dalam kejadian munculnya gangguan neurotik
dari sudut psikologi, bukan dari sudut neurologi atau fisiologi. Dengan
demikian, sejak Freud mengembangkan gagasan dan metode terapinya sendiri,
beliau sudah berada dalam usaha membangun landasan teori/aliran
psikoanalisanya. Dapat dikatakan bahwa metode asosiasi bebas ini merupakan tonggak
yang menandai dimulainya psikoanalisa.
Lebih dari 40 tahun Freud menyelidiki
ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan apa yang umumnya
dipandang sebagai teori kepribadian pertama yang komprehensif. Dengan melihat
prestasi-prestasinya yang luar biasa, beliau menjadi salah seorang di antara
tokoh-tokoh yang paling controversial dan berpengaruh pada zaman modern.
I.2. Struktur
Kepribadian
Dasar pemikiran teori Freud adalah bahwa
sebagian besar perilaku kita berasal dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Proses yang
tidak disadari itu antara lain pemikiran, rasa takut, dan keinginan-keinginan
yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap perilakunya.
Pengalaman masa kecil sangat berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Hal
ini yang disebut dengan naluri pembawaan (innate
instinc atau innate motives).
Freud percaya bahwa semua tindakan kita mempunyai sebab, tetapi sebab tersebut
lebih sering berupa motif yang tidak disadari dan bukan berupa sebab rasional
yang menggerakkan perilaku kita.
Freud membagi struktur kepribadian dalam
teori psikoanalisa ke dalam tiga komponen penting, yaitu: id, ego, dan superego. Meskipun masing-masing bagian
ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan
mekanis-menya sendiri, mereka berinteraksi satu sama lain hingga sulit dan
hampir tidak mungkin untuk berpisah. Tingkah laku atau perilaku seseorang
merupakan interaksi antara ketiga komponen tersebut; jarang salah satu system
berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya.
1.
Id
Id merupakan sistem kepribadian yang asli atau struktur
kepribadian yang paling mendasar, tempat di mana ego dan superego berkembang.
Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada
sejak lahir, termasuk insting-insting. Apabila tingkat tegangan organisme
meningkat, entah sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan-rangsangan
yang timbul dari dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera
menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah,
konstan dan menyenangkan. Id berorientasi pada prinsip kesenangan atau
kenikmatan (pleasure principle) atau
prinsip reduksi tegangan. Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan
sesegera mungkin.
Untuk mendapatkan kesenangan atau kenikmatan, id memiliki
dua proses, yaitu: tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks adalah
reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip.
Tindakan-tindakan refleks biasanya dapat langsung mereduksikan tegangan.
Organism dilengkapi dengan sejumlah refleks semacam itu untuk menghadapi
bentuk-bentuk rangsangan yang relatif sederhana. Sementara proses primer
menyangkut suatu reaksi psikologis yang berusaha menghentikan tegangan dengan
membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.
Contoh proses primer yang paling mudah adalah mimpi di malam hari, yang
diyakini Freud selalu meng-ungkapkan atau usaha pemenuhan suatu hasrat. Jelas,
proses primer sendiri tidak akan mampu mereduksikan tegangan, karena orang yang
lapar tidak akan dapat memakan khayalan mereka tentang makanan. Karena itu,
suatu proses psikologis baru atau sekunder berkembang dan apabila hal ini
terjadi maka struktur kepribadian kedua terbentuk, yaitu ego.
2.
Ego
Ego merupakan perantara yang menjembatani antara kebutuhan
id dan kebutuhan lingkungan atau dunia luar. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) di mana manusia
belajar untuk menahan id-nya dengan jalan yang tepat dan memiliki pandangan
yang lebih rasional untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya. Ego merupakan
bagian dari id yang hadir untuk memuaskan kebutuhan id. Seluruh energi atau
dayanya berasal dari id. Ego tidak terpisah dari id dan tidak akan pernah bebas
dari id.
Dalam mencapai kepuasan, ego berdasar pada proses
sekunder. Proses sekunder yang dimaksud adalah berpikir realistis dan rasional.
Dengan proses sekunder, ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan
kemudian menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat
apakah rencana itu berhasil atau tidak. Dalam proses sebelumnya yaitu proses
primer pada id hanya membawa pada suatu titik di mana ia mendapat gambaran dari
benda yang akan memuaskan keinginannya. Langkah selanjutnya adalah me-wujudkan
apa yang ada di id tersebut melalui proses sekunder.
3.
Superego
Sistem kepribadian ketiga dan yang terakhir dikembangkan
adalah superego. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan
cita-cita masyarakat sebagaimana diterangkan orangtua kepada anak mengenai
nilai baik, buruk, benar dan salah dan dilaksanakan dengan cara memberinya
hadiah atau hukuman. Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian; ia
mencerminkan yang ideal, bukan real; memperjuangkan kesempurnaan, bukan
kenikmatan. Dengan demikian seseorang dapat bertindak sesuai dengan norma-norma
moral yang diakui dalam masyarakat.
Superego terdiri dari dua subsistem, yaitu suara hati (conscience) dan ego-ideal. Apa pun yang
orangtua katakan salah dan menghukum anaknya karena melakukan kesalahan
tersebut akan cenderung menjadi suara hati, sementara apa pun yang orangtua
setujui dan menghadiahi anak karena melakukannya akan cenderung menjadi
ego-ideal. Anak menerima atau mengintroyeksikan norma-norma moral dari
orangtua. Suara hati menghukum seseorang dengan membuat-nya merasa bersalah,
sementara ego-ideal menghadiahi seseorang dengan mem-buatnya merasa bangga. Dengan terbentuknya superego ini,
berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrol dirinya
sendiri (self control) menggantikan
kontrol dari orang tua (out control).
Fungsi-fungsi pokok superego adalah (1) merintangi
dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif; (2) mendorong ego
untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis; (3)
mengejar kesempurna-an. Superego cenderung menentang baik id maupun ego dan
membuat dunia menurut gambarannya sendiri.
I.3. Dinamika
Kepribadian
Freud memandang organisme manusia
sebagai suatu sistem energi yang kompleks, di mana ia memperoleh energinya dari
makanan yang dimakannya dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti:
sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, dan lain sebagainya. Freud berpendapat
bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau gerakan otot itu berbeda
dengan energi yang dikeluarkan untuk berpikir atau mengingat sesuatu. Dalam hal
ini maka energi dapat didefinisikan berdasarkan jenis-jenis pekerjaan yang
dilakukan. Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, maka energi
tersebut merupakan energi psikis. Berdasarkan doktrin penyimpanan energi,
energi dapat berubah dari energi psikis menjadi energi fisiologis dan
sebaliknya. Titik hubungan atau jembatan antara energi tubuh (fisiologis) dan
energi kepribadian (psikis) adalah id beserta insting-instingnya.
Insting-insting ini meliputi seluruh energi yang digunakan oleh ketiga struktur
kepribadian (id, ego, dan superego) agar dapat menjalankan fungsinya. Dinamika
kepribadian berkaitan dengan proses pemuasan insting, pendistribusian energi
psikis, dan dampak dari ketidak-mampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada
saat berinteraksi dengan dunia luar yang disebut kecemasan (anxiety).
1.
Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikiologis dari
suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan
psikologisnya disebut hasrat
sedangkan rangsangan jasmaniah dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Hasrat berfungsi sebagai
motif bagi tingkah laku sementara insting dilihat sebagai faktor-faktor
pendorong kepribadian. Insting tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga
menentukan arah yang akan ditempuh oleh tingkah laku tersebut. Dengan kata
lain, insting menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan
meningkatkan kepekaan orang terhadap jenis-jenis stimulasi tertentu.
Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau
seperti yang dikatakan Freud “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja”.
Insting dapat dianggap sebagai dinamo yang memberikan daya psikologis untuk
menjalankan bermacam-macam kegiatan kepribadian. Daya ini berasal dari
proses-proses metabolik di dalam tubuh.
Insting mempunyai empat ciri khas, yakni: sumber, tujuan, objek, dan impetus. Sumber didefinisikan sebagai
kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuan insting adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami
seseorang sehingga ia dapat kembali pada keadaan semula (keadaan sebelum
timbulnya insting). Misalnya insting lapar memiliki tujuan untuk menghilangkan
rasa lapar yang dipenuhi dengan memakan suatu makanan. Objek adalah benda atau
kondisi tertentu yang akan memuaskan kebutuhan dan juga seluruh tingkah laku
yang berfungsi untuk mendapatkan benda atau kondisi yang diperlu-kan. Impetus
insting adalah daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan
yang mendasarinya.
Menurut Freud tentang insting-insting, sumber, dan tujuan
insting akan tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah
atau dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-insting baru dapat muncul
dengan berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah yang baru.
Freud mengklasifikasikan insting ke dalam dua kelompok,
yaitu:
1.
Insting
hidup, merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku
secara positif atau konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar
tetap hidup dan mengembangkan rasanya.
2.
Insting
mati, merupakan insting-insting merusak (destruktif). Insting ini melaksanakan
tugasnya secara sembunyi-sembunyi. Freud meng-asumsikan bahwa orang empunyai
hasrat, yang tentu saja biasanya tidak disadari, untuk mati. Menurut Freud,
kehidupan hanyalah jalan memutar ke arah kematian.
2.
Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis
didistribusi-kan serta digunakan oleh id, ego, dan superego. Karena jumlah
energi terbatas, maka akan terjadi semacam persaingan di antara ketiga sistem
itu dalam penggunaaan energi tersebut.
Id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan
refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini mengabdi
pada prinsip kenikmatan di mana id bekerja. Penggunaan energi untuk
menghasilkan suatu gerakan atau gambaran yang akan memuaskan insting disebut
dengan pemilihan-objek atau kateksis-objek insting. Karena energi id
sangat mudah berubah, ia mudah dipindahkan dari satu gerakan atau gambaran ke
gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan ini disebabkan karena id
tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat di antara objek-objek, karena
objek-objek yang berbeda tersebut di-perlakukan seolah-olah sama. Id
menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan (pleasure principle) melalui; (1) gerakan refleksi; (2) proses
primer (menghayal atau berfantasi).
Ego tidak mempunyai sumber energi sendiri, maka ia harus
me-minjamnya dari id. Pengalihan energi dari id ke proses-proses yang
mem-bentuk ego terlaksana melalui suatu mekanisme yang disebut identifikasi. Identifikasi yang dimaksud
di sini adalah pencocokan antara suatu per-wujudan mental dengan kenyataan
fisik, antara yang ada di dalam batin dan yang ada di dunia luar. Ego
menggunakan energi untuk keperluan; (1) memuaskan dorongan atau insting melalui
proses sekunder, (2) meningkatkan perkembangan aspek-aspek psikologi, (3)
mengekang atau menangkal id agar tidak bertindak impulsif atau irasional, dan
(4) menciptakan integrasi di antara ketiga sistem kepribadian dengan tujuan
agar tercipta keharmonisan, sehingga dapat melakukan transaksi dengan dunia
luar secara efektif.
Seperti halnya ego, mekanisme identifikasi juga berlaku
untuk superego. Dalam hal ini orangtua memainkan peran pendisiplin; mereka
mengajarkan anak tentang aturan moral dan nilai-nilai tradisional serta
cita-cita masyarakat tempat ia dibesarkan. Mereka melakukan hal itu dengan
menghadiahi anak bila ia melakukan sesuatu hal yang benar dan menghukumnya bila
ia melakukan kesalahan. Dengan demikian, anak belajar mengidentifikasi, yakni
belajar mencocokkan tingkah lakunya dengan apa yang diijinkan dan dilarang oleh
orangtuanya.
3.
Kecemasan
Reaksi umum individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit
dan perusakan dari luar yang tak siap ditanggulanginya merupakan sebuah
ketakutan. Tidak dapat menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil
dikendalikan oleh ego, maka ego akan diliputi kecemasan. Kecemasan adalah suatu
keadaan tegang. Ia tidak timbul dari kondisi-kondisi di dalam tubuh, melainkan
ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan
individu akan adanya suatu bahaya. Apabila timbul kecemasan, maka ia akan
memotivasikan dirinya untuk melakukan sesuatu mengatasi kecemasan tersebut.
Freud membedakan tiga macam kecemasan, yakni kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral.
Kecemasan realitas merupakan rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar.
Kecemasan neurotik adalah rasa takut yang muncul karena suatu pikiran bahwa
insting bisa saja lepas kendali dan menyebabkannya berbuat sesuatu yang
melanggar hukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting
itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin didapatkannya
apabila suatu insting dipuaskan. Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap
suara hati atau rasa takut karena merasa bersalah. Kecemasan neurotik dan
kecemasan moral berasal dari kecemasan realitas.
I.4. Perkembangan
kepribadian
Freud mungkin merupakan psikolog pertama
yang menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian, terutama menekankan
peranan dalam menentukan tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam
meletakkan struktur watak dasar sang pribadi. Freud berpendapat bahwa
kepribadian telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima dan bahwa perkembangan
selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur dasar
itu. Kesimpulan ini berdasarkan pengalaman-pengalamannya dengan pasien-pasien
yang menjalani psikoanalisis. Eksplorasi-eksplorasi mental mereka menjurus ke
arah pengalaman-pengalaman awal masa kanak-kanak yang ternyata berperanan dalam
menentukan berkembangnya neurosis di kemudian hari.
Kepribadian berkembang sebagai respon
terhadap empat sumber tegangan pokok yaitu: (1) proses-proses pertumbuhan
fisiologis, (2) frustasi-frustasi, (3) konflik-konflik, dan (4)
ancaman-ancaman. Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang
ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, individu mempelajari cara-cara baru dalam
mereduksi tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksud dengan perkembangan
kepribadian. Identifikasi dan pemindahan (displacement) adalah dua cara yang digunakan individu untuk belajar
mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan.
1.
Identifikasi
Identifikasi didefinisikan sebagai
metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan
menjadikannya bagian yang tak terpisah-kan dari kepribadiannya sendiri. Orang
belajar mereduksikan tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku
orang lain. Freud lebih suka memaki istilah identifikasi
daripada imitasi karena menurutnya
imitasi mengandung arti sejenis peniruan tingkah laku yang bersifat dangkal
sementara ia menginginkan suatu kata yang mengandung perngertian tentang
sejenis pemerolehan (acquisition) yang kurang lebih bersifat permanen pada
kepribadian.
Pada tahun masa kanak-kanak awal,
seorang anak mengidentifikasikan diri dengan orangtuanya karena orangtunya
tampak. Ketika anak-anak bertambah besar, mereka menemukan orang-orang lain
yang prestasinya lebih sejalan dengan hasrat baru mereka untuk diidentifikasi.
Setiap masa mempunyai tokoh identifikasinya masing-masing. Namun, orang tidak
perlu mengidentifikasikan diri dengan orang lain pada semua aspeknya. Biasanya
orang memilih dan hanya mengambil hal-hal yang dirasakannya akan menolong untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pemindahan
Apabila objek asli yang dipilih insting
tidak dapat dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam,
maka suatu kateksi yang baru akan terbentuk, kecuali jika terjadi suatu represi
yang kuat. Apabila kateksis yang baru itu juga terhalang, maka akan terjadi
pemindahan lain, demikian seterusnya sampai ditemukan ojek yang mampu
mengurangi tegangan yang tak tersalurkan. Sepanjang rangkaian pemindahan,
sumber dan tujuan insting tetap, hanya objeknya yang berubah-ubah.
2.
Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego merupakan
proses mental yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui
dua karakteristik khusus yaitu : (1) tidak disadari dan (2) menolak,
memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan. Mekanisme pertahanan ini
dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak disadari dalam upaya
melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan seperti cemas dan
perasaan bersalah.
Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu
adalah sebagai berikut:
1.
Represi
Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke
alam tak sadar. Anna Freud mengartikan ketidakmampuan untuk mengingat kembali
situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme
pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh ego.
2.
Projeksi
Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan,
dorongan diri sendiri kepada orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme
perubahan kecemasan neurotik dan moral dengan kecemasan realistik. Projeksi
memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya dengan
menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi
pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.
3.
Pembentukan
Reaksi (Reaction Formation)
Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu
mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya.
Bertujuan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan
kecemasan. Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang
berlebihan atau bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke
positif meskipun kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif.
4.
Pemindahan
Objek (Displacement)
Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang
mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang
yang sesungguhnya. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang
menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut
dikatakan pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya
rasa marah) dari objek (target) asli ke objek pengganti.
5.
Faksasi
Faksasi ini merupakan mekanisme
yang memungkinkan orang mengalami kemandegan dalam perkembangannya, karena
cemas untuk melangkah ke perkembangan berikutnya. Faksasi ini
bertujuan untuk menghindari dari
situasi-situasi baru yang dipandang
berbahaya atau mengakibatkan frustasi.
6.
Regresi
Regresi adalah kembali ke masa-masa di mana
seseorang mengalami tekanan psikologis.
7.
Rasionalisasi
Rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi
prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang
sebenarnya.
8.
Sublimasi
Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak
diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk
lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial.
9.
Identifikasi
Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk mereduksi
ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang sukses
atau berhasil dalam hidupnya.
3.
Tahap
perkembangan
Freud
membagi tahap perkembangan kepribadian menjadi lima, yaitu:
1.
Tahap
Oral
Tahapan ini berlangsung selama 1-2 tahun pertama
kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di
sini, yaitu menggigit dan menelan makanan.
2.
Tahap
Anal
Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Setelah
makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan
secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur
mencapai taraf tertentu.
3.
Tahap
Phalic
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi
pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan
mulai berfungsinya organ-organ genital. Tahap ini terjadi selama umur 4 sampai
5 tahun.
4.
Tahap
Latency
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan
masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan
(masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak
lagi aktif dan menjadi laten.
5.
Tahap
Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa
pubertas dan seterusnya. Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat
narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi
dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orang lain dikateksis hanya karena
membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak.
BAB
II
HUMANISME
I.1.
Sejarah singkat
Carl Rogers lahir di Oak Park, Illionis
pada tanggal 8 Januari 1902. Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari
profesinya inilah beliau mengembangkan teori humanistiknya. Rogers menyebut dirinya
sebagai orang yang berpandangan
humanistik dalam psikologi kontemporer. Menurut pendapatnya, psikologi
humanistik lebih penuh harapan dan optimistik tentang manusia. Ia yakin bahwa
dalam diri setiap orang terdapat potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh
kreatif. Kegagalan dalam mewujudkan potensi-potensi ini disebabkan oleh
pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari latihan yang diberikan orang
tua, serta pengaruh-pengaruh sosial lainnya.
Pada tahun-tahun pertama, Rogers sangat
gemar dalam mendalami ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan studinya
di University of Wisconsin pada tahun 1924, Rogers masuk Union Theological
College of Columbia, disana Rogers mendapat pandangan liberal dan filsafat
mengenai agama. Kemudian, beliau pindah ke Teachers College of Columbia. Di
sana Rogers mendapat pandangan filsafat John Dewey serta mengenal psikologi
klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers mendapat gelar M.A. pada 1928
dan doctor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktiknya yang pertama-tama
diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut berorientasi
Freudian. Setelah beberapa lama, Rogers menyadari bahwa pemikiran Freudian yang
spekulatif itu tidak cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan
statistik dan pemikiran menurut aliran Thorndike. Setelah mendapat gelar doktor
dalam psikologi, Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center. Selama
masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst yang
memisahkan diri dari Freudian yang ortodok.
Pada tahun 1940, Rogers menerima tawaran
untuk menjadi guru besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari
pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat
tajam. Karena rangsangannya Rogers merasa terpaksa harus membuat pandangannya
dalam psikoterapi itu menjadi jelas.
Dalam pandangan dunia psikologi, Carl
Rogers diidentifikasikan dengan metode psikoterapi yang diciptakan dan
dikembangkannya. Tipe terapi ini disebut tidak
mengarahkan atau berpusat pada klien
(Client Centered Therapy) yang
berhasil dilakukan dalam kondisi optimal.
I.2. Struktur
kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari
pada struktur kepribadian. Beliau lebih menaruh perhatian pada perubahan dan
perkembangan kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas apabila
membicarakan tentang struktur kepribadian menurut teori humanistik oleh Rogers,
yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Secara psikologis, organisme adalah lokus atau tempat dari seluruh
pengalaman yang meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam
kesadaran organisme pada setiap saat. Pengalaman mungkin tidak tepat
dilambangkan, akan tetapi orang cenderung mencek pengalaman-pengalaman yang
dilambangkanengan dunia sebagaimana adanya. Uji terhadap kenyataan ini
memberikan orang pengetahuan yang dapat diandalkan tentang dunia sehingga
dengan demikian orang dapat bertingkah laku secara realistis.
Pengertian
organisme mencakup tiga hal, yaitu:
1.
Makhluk
hidup: organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologiknya.
2.
Realitas
subyektif: Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
3.
Holisme:
organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan
mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan dan mengembangkan diri.
2. Medan
fenomena (Phenomenal field)
Rogers mengartikan medan fenomena
sebagai keseluruhan pengalamanan baik yang internal (persepsi mengenai diri
sendiri) maupun eksternal (persepsi mengenai dunia luar), disadari maupun yang
tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah seluruh
pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia. Medan fenomena
meliputi pengalaman yang: disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya
dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak
konsisten degan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena
duamati tidak mempunyai hubungan dengan strutur diri). Pengalaman yang
disimbolkan merupakan pengalaman yang disadari, sedangkan pengalaman yang
diingkari / diabaikan merupakan pengalaman yang tidak disadari. Rogers
berpendapat bahwa hanya ada satu cara untuk membedakan, yaitu mengetes
realitas, atau mengecek kebenaran dari informasi.
3. Self (diri)
Konsep pokok dari teori keprbadian
Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan satu-satunya
struktur kepribadian yang sebenarnya. Self terbentuk melalui diferensiasi medan
fenomena. Self juga terbentuk melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu dan
dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang
tidak sesuai dengan struktur self dianggap sebagai ancaman. Self dapat berubah
sebagi akibat kematangan biologik dan belajar.
Self merupakan konstruk utama dalam
teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini dikenal dengan “self concept” (konsep
diri).
Apabila pengalaman-pengalaman yang
dilambangkan yang mem-bentuk diri benar-benar mencerminkan
pengalaman-pengalaman organisme, maka orang yang bersangkutan disebut
berpenyesuaian baik, matang, dan berfungsi sepenuhnya.
I.3. Dinamika
kepribadian
Organisme mempunyai satu kecenderungan
dan kerinduan dasar, yakni meng-aktualisasikan, mempertahankan, dan
mengembangkan organisme yang mengalaminya. Kecenderungan untuk mengaktualisasi
ini bersifat selektif, menaruh perhatian hanya pada aspek-aspek lingkungan yang
memungkinkan orang bergerak secara konstruktif ke arah pemenuhan kebutuhan.
Satu kekuatan yang memotivasi yakni dorongan untuk meng-aktualisasikan diri, di
sisi lain hanya ada satu tujuan hidup yakni menjadi pribadi yang
ter-aktualisasikan.
Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan
dirinya kalau ia tidak dapat membedakan antara cara-cara tingkah laku progresif
dan regresif. Seseorang harus mengetahui sebelum mereka memilih, tetapi bila
mereka benar-benar mengetahui maka mereka selalu memilih untuk bertumbuh dan
bukan untuk mundur.
Pada dasarnya tingkah laku adalah usaha
organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya
sebagaimana dialami dalam medan, sebagaiman medan itu dipersepsikan. Rogers
mengakui bahwa kebutuhan-kebutuhan dapat menimbulkan tingkah laku yang tepat
meskipun kebutuhan-kebutuhan itu tidak dialami secara sadar (dialami dengan
memadai).
Meskipun teori Rogers tentang motivasi
bersifat monistik, ia telah memberi perhatian khusus pada dua kebutuhan, yakni
kebutuhan akan penghargaan yang positif (the
need for positive regard) dan kebutuhan akan harga diri. Keduanya adalah
kebutuhan yang dipelajari. Kebutuhan yang pertama terjadi pada masa bayi
sebagai akibat karena bayi dicintai dan diperhatikan dan kebutuhan yang kedua
terbentuk karena bayi menerima penghargaan positif dari orang-orang lain.
I.4. Perkembangan kepribadian
Rogers tidak memberikan jadwal waktu
tahap-tahap penting yang dilalui orang dari masa bayi hingga masa dewasa.
Sebaliknya ia memusatkan perhatian pada cara-cara bagaimana penilaian
orang-orang terhadap individu, khususnya selama masa kanak-kanak, cenderung
memisahkan pengalaman-pengalaman organisme dan pengalaman-pengalaman pribadi.
Apabila penilaian-penilaian ini
semata-mata bernada positif, yang oleh Rogers disebut unconditional positive regard atau penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan terjadi pemisahan
atau ketidaksesuaian antara organisme dan diri.
Tetapi karena penilaian-penilaian tingkah laku anak oleh orangtuanya dan
orang-orang lain kadang-kadang positif dan kadang-kadang negatif, maka anak
belajar membedakan antara perbuatan-perbuatan dan perasaan-perasaan yang
berharga (disetujui) dan tidak berharga (tidak disetujui).
Pengalaman-pengalaman tidak berharga
cenderung dikeluarkan dari konsep diri.
KESIMPULAN
Bahwa sebagian
besar perilaku kita berasal tidak hanya berasal dari proses yang disadari (conscious process), tetapi juga dari
proses yang tidak disadari (unconscious
processes). Proses yang tidak disadari ini meliputi teori psikoanalisa yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud dan teori humanisme yang dikembangkan oleh Carl
Rogers. Teori psikoanalisa mementingkan tahap-tahap perkembangan kepribadian
sementara teori humanisme tidak mementingkan tahap-tahap perkembangan
kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA
Lahey, Benyamin,
B. 2005. Psychology an Introduction. 11th edition. New York. McGraw-Hill Book Company.
Atkinson &
Hilgard, Edward E. Smith dkk. 2006. Introduction
to Psychology.8th edition. USA. Thomson, Wadsworth.
Hall &
Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori
Psikodinamik (Klinis). Jakarta. Kanisius.
Hall & Lindzey,
Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik
(Organismik-Fenomenologis). Jakarta. Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar