untittled-simple plan

Rabu, 18 Juni 2014



MAKALAH PSIKOLOGI UMUM I
TEORI PSIKOANALISA DAN HUMANISME




images.jpg




KELOMPOK 3
ANGGOTA:
ABDUL HALIM SARAGIH (13117)
ALIFIA RIDHA PRATIWI(13063)
DELILAH WAHYUNING TANJUNG (13005)
TIA ZULFA




FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua di sini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Teori Psikoanalisa dan Humanisme” ini dengan baik dan semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami punya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Lili Garliah, M.Si., Psikolog dan Rahma Fauzia, M.Psi., Psikolog selaku dosen mata kuliah Psikologi Umum I yang telah memberikan ilmunya kepada kita semua.
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian aliran-aliran psikologi khususnya psikoanalisa dan humanisme, bagaimana sejarah singkatnya, struktur, dinamika dan yang terpenting adalah bagaimana perkembangan kepribadiannya. Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini pasti terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca semuanya.



Medan, 20 September 2013


Penulis



DAFTAR ISI


Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I. PSIKOANALISA...................................................................................... 1
I.1. Sejarah singkat.............................................................................................. 1
I.2. Struktur kepribadian..................................................................................... 3
1. Id................................................................................................................ 3
2. Ego............................................................................................................. 4
3. Superego..................................................................................................... 5
I.3. Dinamika Kepribadian.................................................................................. 5
1. Insting........................................................................................................ 6
2. Distribusi dan penggunaan energi psikis.................................................... 7
3. Kecemasan................................................................................................. 8
I.4. Perkembangan kepribadian........................................................................... 9
1. Identifikasi................................................................................................. 10
2. Mekanisme pertahanan ego........................................................................ 11
3. Tahap perkembangan.................................................................................. 13
BAB II. HUMANISME......................................................................................... 14
I.1. Sejarah singkat.............................................................................................. 14
I.2. Struktur kepribadian..................................................................................... 15
1. Organisme.................................................................................................. 15
2. Medan fenomena........................................................................................ 16
3. Self............................................................................................................. 16
I.3. Dinamika Kepribadian.................................................................................. 17
I.4. Perkembangan kepribadian........................................................................... 17
KESIMPULAN....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 19



BAB I
PSIKOANALISA


I.1.    Sejarah singkat
Teori psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud, seorang dokter neurologi berkebangsaan Austria. Beliau lahir di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada saat Freud berumur 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi. Oleh karena itu, ayah Freud memutuskan untuk membawa pindah Freud sekeluarga untuk tinggal di Wina. Hampir selama 80 tahun Freud tinggal di Wina dan meninggalkan kota itu hanya ketika Nazi menyerang Austria. Setelah menamatkan bangku sekolah menengahnya, Freud memasuki sekolah kedokteran di Universitas Wina pada tahun 1873 dan lulus dengan gelar dokter pada tahun 1881. Freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani praktek sebagai seorang dokter dan lebih tertarik pada kegiatan penelitian ilmiah. Namun karena desakan keluarga yang meng-haruskannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya yang semakin bertambah, Freud akhirnya menjalani praktek tersebut. Di sela-sela prakteknya, Freud menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan menulis dank arena prestasi-prestasinya tersebut, beliau mendapat reputasi yang kokoh.
Minat Freud pada bidang neurologi menyebabkan beliau menspesialisasikan diri di bidang perawatan gangguan-gangguan saraf. Untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan teknisnya, Freud belajar selama satu tahun pada psikiater Perancis bernama Jean Charcot yang menggunakan metode hipnosis untuk menyembuhkan histeria, namun beliau masih merasa tidak yakin atas kemanjuran metode ini. Karena itu, ketika Freud mendengar metode yang sama yang dikembangkan oleh seorang dokter saraf ternama dari Wina, Joseph Breuer, beliau mencobanya dan melihat bahwa cara itu efektif. Dengan menggunakan metode hipnosis pada pasien histeria yang ditanganinya, Breuer berhasil membuktikan bahwa penyebab histeria yang diderita pasiennya itu adalah pengalaman­-pengalaman traumatik tertentu dari si pasien. Metode ini dijalankan di mana pasien dapat disembuhkan dari simtom-simtom dengan cara meng-ungkapkannya. Breuer dan Freud kemudian bekerjasama menulis beberapa dari kasus histeria yang berhasil mereka sembuhkan dengan metode ini—teknik pengungkapan.
Akan tetapi kedua orang tersebut segera berbeda pandangan mengenai peranan faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual adalah penyebab dari histeria sedangkan Breuer berpendapat lebih hati-hati. Sejak itu Freud praktis bekerja sendiri untuk mengembangkan ide-idenya.
Setelah mening­galkan metode hipnosis, Freud mencoba metode lain, yakni metode sugesti yang dipelajarinya dari Bernheim pada tahun 1889. Dan metode yang terakhir ini pun ternyata tidak memuaskan Freud hingga akhirnya beliau mengembangkan dan menggunakan metode sendiri yang disebut metode asosiasi bebas (free association method). Berbeda dengan metode hipnosis yang menganggap bahwa pengalaman-pengalaman traumatik yang ada pada pasien histeria perlu dan hanya bisa diungkapkan ketika pasien dalam keadaan tidak sadar (di bawah pengaruh hipnosis), metode asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa pengalaman-pengalaman traumatik yang dimiliki pasien bisa diungkapkan dalam keadaan sadar. Dalam penerapannya, pasien diminta untuk mengemukakan secara bebas hal-hal apa saja yang terlintas dalam pikirannya saat itu. Hal-hal yang diungkapkan oleh pasien itu merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan atau pengalaman-pengalaman yang sifatnya traumatik. Metode asosiasi bebas dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah membawa Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketidaksadaran memiliki sifat dinamis dan memegang peranan dalam ter­jadinya gangguan neurotik seperti histeria.
Berbeda dengan Breuer, Charcot, Bernheim, atau para peneliti pada waktu itu, Freud mulai menempatkan data yang diperoleh dari kegiatan terapinya dalam kerangka psikologi. Beliau melihat aspek atau mekanisme yang terlibat dalam ke­jadian munculnya gangguan neurotik dari sudut psikologi, bukan dari sudut neurologi atau fisiologi. Dengan demikian, sejak Freud mengembangkan gagasan dan metode terapinya sendiri, beliau sudah berada dalam usaha membangun landasan teori/aliran psikoanalisanya. Dapat dikatakan bahwa metode asosiasi bebas ini merupakan tong­gak yang menandai dimulainya psikoanalisa.
Lebih dari 40 tahun Freud menyelidiki ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan apa yang umumnya dipandang sebagai teori kepribadian pertama yang komprehensif. Dengan melihat prestasi-prestasinya yang luar biasa, beliau menjadi salah seorang di antara tokoh-tokoh yang paling controversial dan berpengaruh pada zaman modern.

I.2.    Struktur Kepribadian
Dasar pemikiran teori Freud adalah bahwa sebagian besar perilaku kita berasal dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Proses yang tidak disadari itu antara lain pemikiran, rasa takut, dan keinginan-keinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap perilakunya. Pengalaman masa kecil sangat berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Hal ini yang disebut dengan naluri pembawaan (innate instinc atau innate motives). Freud percaya bahwa semua tindakan kita mempunyai sebab, tetapi sebab tersebut lebih sering berupa motif yang tidak disadari dan bukan berupa sebab rasional yang menggerakkan perilaku kita.
Freud membagi struktur kepribadian dalam teori psikoanalisa ke dalam tiga komponen penting, yaitu: id, ego, dan superego. Meskipun masing-masing bagian ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanis-menya sendiri, mereka berinteraksi satu sama lain hingga sulit dan hampir tidak mungkin untuk berpisah. Tingkah laku atau perilaku seseorang merupakan interaksi antara ketiga komponen tersebut; jarang salah satu system berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya.

1.             Id
Id merupakan sistem kepribadian yang asli atau struktur kepribadian yang paling mendasar, tempat di mana ego dan superego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Apabila tingkat tegangan organisme meningkat, entah sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan-rangsangan yang timbul dari dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah, konstan dan menyenangkan. Id berorientasi pada prinsip kesenangan atau kenikmatan (pleasure principle) atau prinsip reduksi tegangan. Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan sesegera mungkin.
Untuk mendapatkan kesenangan atau kenikmatan, id memiliki dua proses, yaitu: tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks adalah reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip. Tindakan-tindakan refleks biasanya dapat langsung mereduksikan tegangan. Organism dilengkapi dengan sejumlah refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relatif sederhana. Sementara proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang berusaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut. Contoh proses primer yang paling mudah adalah mimpi di malam hari, yang diyakini Freud selalu meng-ungkapkan atau usaha pemenuhan suatu hasrat. Jelas, proses primer sendiri tidak akan mampu mereduksikan tegangan, karena orang yang lapar tidak akan dapat memakan khayalan mereka tentang makanan. Karena itu, suatu proses psikologis baru atau sekunder berkembang dan apabila hal ini terjadi maka struktur kepribadian kedua terbentuk, yaitu ego.

2.             Ego
Ego merupakan perantara yang menjembatani antara kebutuhan id dan kebutuhan lingkungan atau dunia luar. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) di mana manusia belajar untuk menahan id-nya dengan jalan yang tepat dan memiliki pandangan yang lebih rasional untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya. Ego merupakan bagian dari id yang hadir untuk memuaskan kebutuhan id. Seluruh energi atau dayanya berasal dari id. Ego tidak terpisah dari id dan tidak akan pernah bebas dari id.
Dalam mencapai kepuasan, ego berdasar pada proses sekunder. Proses sekunder yang dimaksud adalah berpikir realistis dan rasional. Dengan proses sekunder, ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Dalam proses sebelumnya yaitu proses primer pada id hanya membawa pada suatu titik di mana ia mendapat gambaran dari benda yang akan memuaskan keinginannya. Langkah selanjutnya adalah me-wujudkan apa yang ada di id tersebut melalui proses sekunder.

3.             Superego
Sistem kepribadian ketiga dan yang terakhir dikembangkan adalah superego. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita masyarakat sebagaimana diterangkan orangtua kepada anak mengenai nilai baik, buruk, benar dan salah dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah atau hukuman. Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian; ia mencerminkan yang ideal, bukan real; memperjuangkan kesempurnaan, bukan kenikmatan. Dengan demikian seseorang dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui dalam masyarakat.
Superego terdiri dari dua subsistem, yaitu suara hati (conscience) dan ego-ideal. Apa pun yang orangtua katakan salah dan menghukum anaknya karena melakukan kesalahan tersebut akan cenderung menjadi suara hati, sementara apa pun yang orangtua setujui dan menghadiahi anak karena melakukannya akan cenderung menjadi ego-ideal. Anak menerima atau mengintroyeksikan norma-norma moral dari orangtua. Suara hati menghukum seseorang dengan membuat-nya merasa bersalah, sementara ego-ideal menghadiahi seseorang dengan mem-buatnya merasa bangga. Dengan terbentuknya superego ini, berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrol dirinya sendiri (self control) menggantikan kontrol dari orang tua (out control).
Fungsi-fungsi pokok superego adalah (1) merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif; (2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis; (3) mengejar kesempurna-an. Superego cenderung menentang baik id maupun ego dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri.

I.3.    Dinamika Kepribadian
Freud memandang organisme manusia sebagai suatu sistem energi yang kompleks, di mana ia memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti: sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, dan lain sebagainya. Freud berpendapat bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau gerakan otot itu berbeda dengan energi yang dikeluarkan untuk berpikir atau mengingat sesuatu. Dalam hal ini maka energi dapat didefinisikan berdasarkan jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan. Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, maka energi tersebut merupakan energi psikis. Berdasarkan doktrin penyimpanan energi, energi dapat berubah dari energi psikis menjadi energi fisiologis dan sebaliknya. Titik hubungan atau jembatan antara energi tubuh (fisiologis) dan energi kepribadian (psikis) adalah id beserta insting-instingnya. Insting-insting ini meliputi seluruh energi yang digunakan oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego, dan superego) agar dapat menjalankan fungsinya. Dinamika kepribadian berkaitan dengan proses pemuasan insting, pendistribusian energi psikis, dan dampak dari ketidak-mampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada saat berinteraksi dengan dunia luar yang disebut kecemasan (anxiety).

1.             Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikiologis dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniah dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Hasrat berfungsi sebagai motif bagi tingkah laku sementara insting dilihat sebagai faktor-faktor pendorong kepribadian. Insting tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan ditempuh oleh tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, insting menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan orang terhadap jenis-jenis stimulasi tertentu.
Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau seperti yang dikatakan Freud “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja”. Insting dapat dianggap sebagai dinamo yang memberikan daya psikologis untuk menjalankan bermacam-macam kegiatan kepribadian. Daya ini berasal dari proses-proses metabolik di dalam tubuh.
Insting mempunyai empat ciri khas, yakni: sumber, tujuan, objek, dan impetus. Sumber didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuan insting adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami seseorang sehingga ia dapat kembali pada keadaan semula (keadaan sebelum timbulnya insting). Misalnya insting lapar memiliki tujuan untuk menghilangkan rasa lapar yang dipenuhi dengan memakan suatu makanan. Objek adalah benda atau kondisi tertentu yang akan memuaskan kebutuhan dan juga seluruh tingkah laku yang berfungsi untuk mendapatkan benda atau kondisi yang diperlu-kan. Impetus insting adalah daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya.
Menurut Freud tentang insting-insting, sumber, dan tujuan insting akan tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah atau dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-insting baru dapat muncul dengan berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah yang baru.
Freud mengklasifikasikan insting ke dalam dua kelompok, yaitu:
1.      Insting hidup, merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan mengembangkan rasanya.
2.      Insting mati, merupakan insting-insting merusak (destruktif). Insting ini melaksanakan tugasnya secara sembunyi-sembunyi. Freud meng-asumsikan bahwa orang empunyai hasrat, yang tentu saja biasanya tidak disadari, untuk mati. Menurut Freud, kehidupan hanyalah jalan memutar ke arah kematian.

2.             Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis didistribusi-kan serta digunakan oleh id, ego, dan superego. Karena jumlah energi terbatas, maka akan terjadi semacam persaingan di antara ketiga sistem itu dalam penggunaaan energi tersebut.
Id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini mengabdi pada prinsip kenikmatan di mana id bekerja. Penggunaan energi untuk menghasilkan suatu gerakan atau gambaran yang akan memuaskan insting disebut dengan pemilihan-objek atau kateksis-objek insting. Karena energi id sangat mudah berubah, ia mudah dipindahkan dari satu gerakan atau gambaran ke gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan ini disebabkan karena id tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat di antara objek-objek, karena objek-objek yang berbeda tersebut di-perlakukan seolah-olah sama. Id menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan (pleasure principle) melalui; (1) gerakan refleksi; (2) proses primer (menghayal atau berfantasi).
Ego tidak mempunyai sumber energi sendiri, maka ia harus me-minjamnya dari id. Pengalihan energi dari id ke proses-proses yang mem-bentuk ego terlaksana melalui suatu mekanisme yang disebut identifikasi. Identifikasi yang dimaksud di sini adalah pencocokan antara suatu per-wujudan mental dengan kenyataan fisik, antara yang ada di dalam batin dan yang ada di dunia luar. Ego menggunakan energi untuk keperluan; (1) memuaskan dorongan atau insting melalui proses sekunder, (2) meningkatkan perkembangan aspek-aspek psikologi, (3) mengekang atau menangkal id agar tidak bertindak impulsif atau irasional, dan (4) menciptakan integrasi di antara ketiga sistem kepribadian dengan tujuan agar tercipta keharmonisan, sehingga dapat melakukan transaksi dengan dunia luar secara efektif.
Seperti halnya ego, mekanisme identifikasi juga berlaku untuk superego. Dalam hal ini orangtua memainkan peran pendisiplin; mereka mengajarkan anak tentang aturan moral dan nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat tempat ia dibesarkan. Mereka melakukan hal itu dengan menghadiahi anak bila ia melakukan sesuatu hal yang benar dan menghukumnya bila ia melakukan kesalahan. Dengan demikian, anak belajar mengidentifikasi, yakni belajar mencocokkan tingkah lakunya dengan apa yang diijinkan dan dilarang oleh orangtuanya.

3.             Kecemasan
Reaksi umum individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan dari luar yang tak siap ditanggulanginya merupakan sebuah ketakutan. Tidak dapat menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego akan diliputi kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang. Ia tidak timbul dari kondisi-kondisi di dalam tubuh, melainkan ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan individu akan adanya suatu bahaya. Apabila timbul kecemasan, maka ia akan memotivasikan dirinya untuk melakukan sesuatu mengatasi kecemasan tersebut.
Freud membedakan tiga macam kecemasan, yakni kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. Kecemasan realitas merupakan rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar. Kecemasan neurotik adalah rasa takut yang muncul karena suatu pikiran bahwa insting bisa saja lepas kendali dan menyebabkannya berbuat sesuatu yang melanggar hukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin didapatkannya apabila suatu insting dipuaskan. Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati atau rasa takut karena merasa bersalah. Kecemasan neurotik dan kecemasan moral berasal dari kecemasan realitas.

I.4.    Perkembangan kepribadian
Freud mungkin merupakan psikolog pertama yang menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian, terutama menekankan peranan dalam menentukan tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam meletakkan struktur watak dasar sang pribadi. Freud berpendapat bahwa kepribadian telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima dan bahwa perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur dasar itu. Kesimpulan ini berdasarkan pengalaman-pengalamannya dengan pasien-pasien yang menjalani psikoanalisis. Eksplorasi-eksplorasi mental mereka menjurus ke arah pengalaman-pengalaman awal masa kanak-kanak yang ternyata berperanan dalam menentukan berkembangnya neurosis di kemudian hari.
Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok yaitu: (1) proses-proses pertumbuhan fisiologis, (2) frustasi-frustasi, (3) konflik-konflik, dan (4) ancaman-ancaman. Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, individu mempelajari cara-cara baru dalam mereduksi tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian. Identifikasi dan pemindahan (displacement) adalah dua cara yang digunakan individu untuk belajar mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan.

1.             Identifikasi
Identifikasi didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikannya bagian yang tak terpisah-kan dari kepribadiannya sendiri. Orang belajar mereduksikan tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. Freud lebih suka memaki istilah identifikasi daripada imitasi karena menurutnya imitasi mengandung arti sejenis peniruan tingkah laku yang bersifat dangkal sementara ia menginginkan suatu kata yang mengandung perngertian tentang sejenis pemerolehan (acquisition) yang kurang lebih bersifat permanen pada kepribadian.
Pada tahun masa kanak-kanak awal, seorang anak mengidentifikasikan diri dengan orangtuanya karena orangtunya tampak. Ketika anak-anak bertambah besar, mereka menemukan orang-orang lain yang prestasinya lebih sejalan dengan hasrat baru mereka untuk diidentifikasi. Setiap masa mempunyai tokoh identifikasinya masing-masing. Namun, orang tidak perlu mengidentifikasikan diri dengan orang lain pada semua aspeknya. Biasanya orang memilih dan hanya mengambil hal-hal yang dirasakannya akan menolong untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.

Pemindahan
Apabila objek asli yang dipilih insting tidak dapat dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam, maka suatu kateksi yang baru akan terbentuk, kecuali jika terjadi suatu represi yang kuat. Apabila kateksis yang baru itu juga terhalang, maka akan terjadi pemindahan lain, demikian seterusnya sampai ditemukan ojek yang mampu mengurangi tegangan yang tak tersalurkan. Sepanjang rangkaian pemindahan, sumber dan tujuan insting tetap, hanya objeknya yang berubah-ubah.

2.             Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua karakteristik khusus  yaitu : (1) tidak disadari dan (2) menolak, memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan. Mekanisme pertahanan ini dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak disadari dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan seperti cemas dan perasaan bersalah.
Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu adalah sebagai berikut:
1.         Represi
Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar. Anna Freud mengartikan ketidakmampuan untuk mengingat kembali situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh ego.
2.         Projeksi
Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan, dorongan diri sendiri kepada orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme perubahan kecemasan neurotik dan moral dengan kecemasan realistik. Projeksi memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya dengan menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.
3.         Pembentukan Reaksi  (Reaction Formation)
Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya. Bertujuan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan kecemasan. Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang berlebihan atau bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke positif meskipun kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif.
4.         Pemindahan Objek (Displacement)
Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut dikatakan pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya rasa marah) dari objek (target) asli ke objek pengganti.
5.         Faksasi
Faksasi  ini  merupakan  mekanisme  yang memungkinkan orang mengalami kemandegan dalam perkembangannya, karena cemas untuk melangkah   ke perkembangan berikutnya. Faksasi ini bertujuan   untuk   menghindari dari    situasi-situasi   baru   yang   dipandang  berbahaya atau mengakibatkan   frustasi.
6.         Regresi
Regresi adalah kembali ke masa-masa  di mana seseorang mengalami tekanan psikologis.
7.         Rasionalisasi
Rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya.
8.         Sublimasi
Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial.
9.         Identifikasi
Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk mereduksi ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang sukses atau berhasil dalam hidupnya.

3.        Tahap perkembangan
Freud membagi tahap perkembangan kepribadian menjadi lima, yaitu:
1.         Tahap Oral
Tahapan ini berlangsung selama 1-2 tahun pertama kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan.
2.         Tahap Anal
Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu.
3.         Tahap Phalic
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genital. Tahap ini terjadi selama umur 4 sampai 5 tahun.
4.         Tahap Latency
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
5.         Tahap Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak.



BAB II
HUMANISME


I.1.    Sejarah singkat
Carl Rogers lahir di Oak Park, Illionis pada tanggal 8 Januari 1902. Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari profesinya inilah beliau mengembangkan teori humanistiknya. Rogers menyebut dirinya sebagai orang  yang berpandangan humanistik dalam psikologi kontemporer. Menurut pendapatnya, psikologi humanistik lebih penuh harapan dan optimistik tentang manusia. Ia yakin bahwa dalam diri setiap orang terdapat potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh kreatif. Kegagalan dalam mewujudkan potensi-potensi ini disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari latihan yang diberikan orang tua, serta pengaruh-pengaruh sosial lainnya.
Pada tahun-tahun pertama, Rogers sangat gemar dalam mendalami ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan studinya di University of Wisconsin pada tahun 1924, Rogers masuk Union Theological College of Columbia, disana Rogers mendapat pandangan liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian, beliau pindah ke Teachers College of Columbia. Di sana Rogers mendapat pandangan filsafat John Dewey serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktiknya yang pertama-tama diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut berorientasi Freudian. Setelah beberapa lama, Rogers menyadari bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan pemikiran menurut aliran Thorndike. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi, Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center. Selama masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst yang memisahkan diri dari Freudian yang ortodok.
Pada tahun 1940, Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena rangsangannya Rogers merasa terpaksa harus membuat pandangannya dalam psikoterapi itu menjadi jelas.
Dalam pandangan dunia psikologi, Carl Rogers diidentifikasikan dengan metode psikoterapi yang diciptakan dan dikembangkannya. Tipe terapi ini disebut tidak mengarahkan atau berpusat pada klien (Client Centered Therapy) yang berhasil dilakukan dalam kondisi optimal.

I.2.    Struktur kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian. Beliau lebih menaruh perhatian pada perubahan dan perkembangan kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas apabila membicarakan tentang struktur kepribadian menurut teori humanistik oleh Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.
1.    Organisme
Secara psikologis, organisme adalah lokus atau tempat dari seluruh pengalaman yang meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat. Pengalaman mungkin tidak tepat dilambangkan, akan tetapi orang cenderung mencek pengalaman-pengalaman yang dilambangkanengan dunia sebagaimana adanya. Uji terhadap kenyataan ini memberikan orang pengetahuan yang dapat diandalkan tentang dunia sehingga dengan demikian orang dapat bertingkah laku secara realistis.
Pengertian organisme mencakup tiga hal, yaitu:
1.         Makhluk hidup: organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologiknya.
2.         Realitas subyektif: Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
3.         Holisme: organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan dan mengembangkan diri.

2.    Medan fenomena (Phenomenal field)
Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalamanan baik yang internal (persepsi mengenai diri sendiri) maupun eksternal (persepsi mengenai dunia luar), disadari maupun yang tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia. Medan fenomena meliputi pengalaman yang: disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak konsisten degan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena duamati tidak mempunyai hubungan dengan strutur diri). Pengalaman yang disimbolkan merupakan pengalaman yang disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari / diabaikan merupakan pengalaman yang tidak disadari. Rogers berpendapat bahwa hanya ada satu cara untuk membedakan, yaitu mengetes realitas, atau mengecek kebenaran dari informasi.

3.    Self (diri)
Konsep pokok dari teori keprbadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Self terbentuk melalui diferensiasi medan fenomena. Self juga terbentuk melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu dan dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap sebagai ancaman. Self dapat berubah sebagi akibat kematangan biologik dan belajar.
Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini dikenal dengan “self concept” (konsep diri).
Apabila pengalaman-pengalaman yang dilambangkan yang mem-bentuk diri benar-benar mencerminkan pengalaman-pengalaman organisme, maka orang yang bersangkutan disebut berpenyesuaian baik, matang, dan berfungsi sepenuhnya.

I.3.    Dinamika kepribadian
Organisme mempunyai satu kecenderungan dan kerinduan dasar, yakni meng-aktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan organisme yang mengalaminya. Kecenderungan untuk mengaktualisasi ini bersifat selektif, menaruh perhatian hanya pada aspek-aspek lingkungan yang memungkinkan orang bergerak secara konstruktif ke arah pemenuhan kebutuhan. Satu kekuatan yang memotivasi yakni dorongan untuk meng-aktualisasikan diri, di sisi lain hanya ada satu tujuan hidup yakni menjadi pribadi yang ter-aktualisasikan.
Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya kalau ia tidak dapat membedakan antara cara-cara tingkah laku progresif dan regresif. Seseorang harus mengetahui sebelum mereka memilih, tetapi bila mereka benar-benar mengetahui maka mereka selalu memilih untuk bertumbuh dan bukan untuk mundur.
Pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami dalam medan, sebagaiman medan itu dipersepsikan. Rogers mengakui bahwa kebutuhan-kebutuhan dapat menimbulkan tingkah laku yang tepat meskipun kebutuhan-kebutuhan itu tidak dialami secara sadar (dialami dengan memadai).
Meskipun teori Rogers tentang motivasi bersifat monistik, ia telah memberi perhatian khusus pada dua kebutuhan, yakni kebutuhan akan penghargaan yang positif (the need for positive regard) dan kebutuhan akan harga diri. Keduanya adalah kebutuhan yang dipelajari. Kebutuhan yang pertama terjadi pada masa bayi sebagai akibat karena bayi dicintai dan diperhatikan dan kebutuhan yang kedua terbentuk karena bayi menerima penghargaan positif dari orang-orang lain.

I.4.    Perkembangan kepribadian
Rogers tidak memberikan jadwal waktu tahap-tahap penting yang dilalui orang dari masa bayi hingga masa dewasa. Sebaliknya ia memusatkan perhatian pada cara-cara bagaimana penilaian orang-orang terhadap individu, khususnya selama masa kanak-kanak, cenderung memisahkan pengalaman-pengalaman organisme dan pengalaman-pengalaman pribadi.
Apabila penilaian-penilaian ini semata-mata bernada positif, yang oleh Rogers disebut unconditional positive regard atau penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan terjadi pemisahan atau ketidaksesuaian antara organisme dan diri. Tetapi karena penilaian-penilaian tingkah laku anak oleh orangtuanya dan orang-orang lain kadang-kadang positif dan kadang-kadang negatif, maka anak belajar membedakan antara perbuatan-perbuatan dan perasaan-perasaan yang berharga (disetujui) dan tidak berharga (tidak disetujui).
Pengalaman-pengalaman tidak berharga cenderung dikeluarkan dari konsep diri.

























KESIMPULAN


Bahwa sebagian besar perilaku kita berasal tidak hanya berasal dari proses yang disadari (conscious process), tetapi juga dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Proses yang tidak disadari ini meliputi teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan teori humanisme yang dikembangkan oleh Carl Rogers. Teori psikoanalisa mementingkan tahap-tahap perkembangan kepribadian sementara teori humanisme tidak mementingkan tahap-tahap perkembangan kepribadian.






















DAFTAR PUSTAKA


Lahey, Benyamin, B. 2005. Psychology an Introduction. 11th edition.  New York. McGraw-Hill Book Company.
Atkinson & Hilgard, Edward  E. Smith dkk. 2006. Introduction to Psychology.8th edition. USA. Thomson, Wadsworth.
Hall & Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Jakarta. Kanisius.
Hall & Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis). Jakarta. Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar